Kisah pun berlanjut Museum Trinil di Desa Kawu Kecamatan Kedunggalar Kabupaten Ngawi pada Kamis, 20 Mei 2022. Mumpung masih di kampungnya orang tua, kapan lagi bisa mengunjungi lokasi-lokasi bersejarah seperti di Ngawi.
Sebelumnya kami sudah mengintip isi Museum Kampoeng Cak Soen di Desa Tempuran pada Rabu, 18 Mei 2022. Rwncananya juga mau mengusili isinya Benteng Van Der Bosch atau dikenal Benteng Pendem, sayangnya karena tahap renovasi lokasi tersebut masih tertutup untuk umum.
Begitu tiba di halaman museum, wisatawan akan disambut oleh tulisan 'Museum Trinil Ngawi' dan gapura museum berlatar belakang patung gajah purba. Patung gajah ini berukuran cukup besar dengan gading yang sangat panjang.
Museum Trinil merupakan saksi bisu kejayaan sejarah manusia purba, sebab di Museum tersebut sebagai tempat penyimpanan fosil manusia kera berjalan tegak atau yang dikenal dengan Phitecantropus Erectus yang ditemukan oleh Eugene Dubois pada tahun 1891.
Selain itu disitus ini juga ditemukan fosil banteng dan gajah purba yang sangat berguna bagi penelitian dan pendidikan khususnya dibidang sejarah kepurbakalaan.
Baca juga:
Woww....Fotografer Bupati Barru Ternyata
|
Museum Trinil terletak di Desa Kawu Kecamatan Kedunggalar. Melalui darat ke Museum ini menempuh jarak lebih kurang 13 km dari Kabupaten Ngawi dan dapat dicapai dengan segala jenis kendaraan bermotor.
Museum ini berdiri tepat ditepian sungai bengawan solo, dimana situs purbakalanya berada di tepian Sungai Bengawan Solo yang melintasi Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar Kabupaten Ngawi. Trinil ini salah satu situs purbakala yang diakui dunia.
Museum yang berdiri di tahun 1991 dibangun oleh Eugene Dubois mempunyai fasilitas berupa Museum dan Pendopo peristirahatan, tempat cenderamata (souvenir), Diorama fosil purbakala lengkap dengan identitas dan dekskripsinya, Mushola dan arena bermain anak, Bumi perkemahan, Toilet dan kamar mandi.
Luas Museum 24.010 meter persegi, di sebelah timur, utara dan barat dikelilingi oleh aliran sungai bengawan Solo.
Setelah membaca brosure, Museum Trinil memiliki visi dan misi sangatlah menarik. Yakni memberdayakan museum untuk mewujudkan peran museum sebagai tonggak pelestarian cagar budaya.
Sementara misinya meningkatkan kepedulian masyarakat tentang peran museum menuju kemandirian ekonomi yang berdaulat untuk kepentingan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat dengan mempertahankan kelestariannya, kemudian mewujudkan pengelolaan museum sesuai standar internasional, mewujudkan pelayanan prima, mewujudkan museum sebagai sarana edukasi dan rekreasi serta mewujudkan pengkajian dan pengembangan museum yang berkualitas.
Didalamnya menyimpan replika fosil manusia Pithecanthropus Erectus. Terpajang estalase yang di dalamnya berisikan benda-benda fosil, di antaranya fosil tulang panggul gajah jenis Stegodon trigonochepslus, serta fosil tulang pengumpil gajah.
Trinil sendiri merupakan kawasan di lembah Bengawan Solo yang menjadi hunian kehidupan purba, tepatnya zaman Pleistosen Tengah sekitar satu juta tahun lalu. Situs dibangun atas prakarsa dari Prof. Teuku Jacob ahli antropologi ragawi dari Universitas Gajah Mada.
Sejarah berdirinya Museum Trinil berawal dari penemuan fosil Pithecanthropus Erectus oleh Eugene Dubois, seorang pejabat kedokteran tentara kolonial Belanda. Untuk memperingati kejadian tersebut, dibuatlah tugu berisi gambar anak panah dengan arah timur laut yang bertuliskan P.e 175 m.
Dimana dari arah jarak itu bertempat di temukanlah bekas penggalian fosil Pithecanthropus Erectus yang berada di pinggir aliran bengawan Solo.
Arti dari tugu itu adalah Pithecanthropus Erectus, 175 meter ke arah timur laut yang digunakan sebagai penunjuk arah tempat penemuan fosil.
Dibalik sejarah satu juta tahun silam tersebut, kedatangan kami hanya disambut petugas pos penjagaan sekaligus tempat registrasi tamu, lalu membayar karcis masuk museum.
Sementara petugas Museum yang dikenal Kurator tidak ada di tempat. Padahal keberadaan kurator ini sangatlah penting peranannya, sebab kurator itu selai merawat dan menjaga benda seni biasanya bertanggung jawab atas keberadaan benda berharga yang menjadi bukti sejarah.
Tugasnya bisa meliputi pemeriksaan, penelitian, pengumpulan, dan penyimpanan barang koleksi.
Selain itu, profesi kurator juga melakukan penyebarluasan informasi seperti menjelaskan fosil-fosil purbakala itu kepada pengunjung museum, salah satunya di Museum Trinil Ngawi Jawa Timur.
Museum Trinil Ngawi buka pada hari Selasa sampai Minggu dan libur pada hari Senin. Tiket masuknya pun ramah dikantong Rp. 3000 perorang, parkir motor Rp. 1000.
Berminat, pembaca yang penasaran kunjungi langsung Museum Trinil di Desa Kawu Kecamatan Kedunggalar dan Museum Kampoeng Cak Soen Desa Tempuran, semua ada di Kabupaten Ngawi tercinta.